Senin, 24 Februari 2014

disana~

Tempat itu, yang disana, sungguh terlampau tinggi, butuh begitu banyak anak tangga yang sudah tak terhitung banyaknya. Lelah juga menaikinya. Tapi dibawah sana masih banyak tangan-tangan mengepal yang mentransfer seluruh energi mereka. Terkadang semangat itu membuatku begitu ringan, tapi angin malah menerbangkanku kembali ke bawah. Dan aku kembali lelah, bahkan sebelum kembali kesana..

Tempat itu, yang disana, kenapa jauh sekali. Kenapa terasa begitu sepi. Kenapa hilang semua jejak kaki. Kenapa ramai ini terasa sunyi. Kenapa kembali ku meragukan diri. Kenapa hilang semua percaya diri. Kenapa seperti datang beban bertubi-tubi. Aku merasa sendiri, aku sendiri, sendiri.

Tempat itu, yang disana, pantaskah aku? Masihkah ia tempatku, masihkah sanggup kutaklukkan dirimu. Tak kumiliki lagi banyak waktu, tak lagi mampu jika hanya aku. Tak mampu lagi ku menahan jenuh. Kita banyak untuk bersatu. Bukan satu yang memimpin beribu-ribu. Bangkitkan aku, sebelum ku berfikir disana bukan tempatku ~

Malang, 24 Februari 2014
Bismillah, amanah bukan beban..


Kamis, 13 Februari 2014

aku terjebak dalam fantasi dua sisi mata koin..

aku terjebak dalam fantasi dua sisi mata koin..


satu sisi.....
sekelebat bayangmu selalu menghantui ku dalam sunyi, diam, tanpa jejak
aku masih tertinggal disana, juga diam
tanpa mampu membendung rindu, ku melaju
entah kemana, yang pasti ingin mengejar bayang mu yang semu
tanpa mampu menggenggam apapun
aku masih terdiam..
semua kenangan yang kau tulis masih tertata rapi dalam ruang tersembunyi
aku memang pengarsip terbaik, menyimpan semua berkas kusam yang sayang terbuang
menata rapi surat surat itu, mengusap debu dari tumpukan gambar gambar parasmu itu..
berharap kelak kita disana, memandangnya berdua, lalu tersenyum haru
berlikunya hidup, dan akan masih banyak lagi liku liku yang menunggu..


sisi lainnyaa..
bayangmu itu, yang sudah menyamai jelangkung itu..
yang datang tak di jemput pulang tak di antar itu
harusnya sudah berhasil ku usir jauh
tapi sepertinya dia sudah hafal jalan pulang,
pulang ke rumah yang sudah bosan menjadi persinggahan
ya, bosan, karena menunggu keterlambatan bus bahkan lebih menarik daripada menunggumu
aku pergi saja, melupakan, menghapus kenangan
semua berkas yang telah kuarsip, surat mu, gambar parasmu
telah kubakar habis, tepat di depan mata
merah, semerah amarah seorang yang sendiri menanti
asap asap mengebul, debunya berterbangan
membuat mataku perih, berair
aku menangis.......
ya menangis, dan aku kembali ke sisi sebelumnya, berpindah sisi lagi, begitu seterusnya~